Berita

Hari Jadi ke-16, Kota Tasikmalaya Makin Ramah Investor

Penulis: sikeladmin | Tanggal: 20-10-2017 | Jam: 14:59

TEPAT pada 17 Oktober 2001 silam, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno atas nama Presiden Republik Indonesia meresmikan pembentukan Pemerintahan Kota Tasikmalaya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya, kota yang memiliki motto Kota Resik “Ramah, Endah, Sehat, Imtag (Iman dan Tagwa) ini resmi memisahkan diri dari Kabupaten Tasikmalaya dengan luas 183,85 kilometer dan terbagi dalam 10 kecamatan.

Selama 16 tahun, banyak perubahan positif yang terjadi di Kota Tasikmalaya. Kota termuda se Jawa Barat ini terus bersolek, mewujudkan mimpi untuk menjadi daerah termaju, setidaknya di kawasan Priangan Timur.

Tiga periode pemerintahan, mulai dari Wahyu Suradiharja sebagai Penanggung Jawab Wali Kota Tasikmalaya (dilantik 18 Oktober 2001), Bubun Bunyamin-Syarif Hidayat (dilantik 14 November 2002), Syarif Hidayat- Dede Sudrajat (dilantik 14 November 2007), hingga Budi Budiman – Dede Sudrajat (dilantik 14 November 2012) mampu menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga Kota Tasikmalaya bisa menjadi magnet di Provinsi Jawa Barat.

Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman menyatakan, pembentukan Kota Tasikmalaya 16 silam secara tidak langsung telah menghidupkan seluruh daerah sekitar Tasikmalaya. Kota Tasikmalaya lebih fokus dengan 10 kecamatannya. Pusat pertumbuhan ekonomi baru pun tumbuh di Kecamatan Singaparna, dan Kecamatan Mangunreja, Kabupaten Tasikmalaya.

“Semenjak dipisah memang jadi lebih fokus, muncul pusat pertumbuhan ekonomi baru, yang tadinya sepi, sekarang jadi ramai,” ucap Budi Budiman.

Budi pun bersyukur Kota Tasikmalaya pada usianya yang ke 16 semakin menunjukkan perkembangan positif. Pembangunan di semua elemen bisa terus berjalan. Selama lima tahun terakhir, Budi bersama Dede Sudrajat mampu melaksanakan berbagai pembangunan yang dirasakan masyarakat.

Pembangunan fisik mulai dari jalan, drainase hingga jembatan paling menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sesuai komitmen Pemkot Tasikmalaya, selama lima tahun terakhir, Pemkot Tasikmalaya sudah membangun kurang lebih 500 kilometer. Pembangunan Jalan Mangkubumi-Indihiang sepanjang 6.814 juga sudah selesai dibangun pada 2016 lalu.

Pembangunan jalan lingkar utara, mulai dari depan Pos AU- Karangresik sampai Jalan Wasita Kusumah sepanjang 9.700 meter dengan lebar 30 meter juga sedang dibangun.

Sementara jumlah jembatan yang terbangun pada 203-2016 sebanyak 17 unit jembatan, dan panjang drainase dari 14.000 meter bertambah menjadi 20.942 meter.

Tahun ini, Pemkot Tasikmalaya juga berhasil mewujudkan bandara komersial setelah menanti lama kurang lebih 12 tahun. Bandara  yang diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo, 1 Juli 2017 lalu itu, menurut Budi menjadi salah satu upaya untuk menunjang pertumbuhan perdagangan dan ekonomi masyarakat tak hanya Kota Tasikmalaya, tetapi juga daerah lain di Priangan Timur.

“Infrastruktur itu pilar utama untuk meningkatkan daya saing. Pilar-pilar lainnya seperti di sektor pendidikan, kesehatan juga mendukung peningkatan indeks pembangunan manusia di Kota Tasikmalaya yang selama lima tahun terakhir meningkat dari kondisi awal 67,84 sekarang  menjadi 70,58,” ucap Budi.

Tasikmalaya ramah investor

Menurut Budi, pesatnya laju pembangunan, berdampak pula pada laju pertumbuhan ekonomi. Budi memastikan laju pertumbuhan ekonomi di Kota Tasikmalaya secara konsisten dan meyakinkan mengalami perkembangan yang signifikan.

Dari data Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan Wali Kota Tasikmalaya periode 2013-2017, pada tiga tahun terakhir kinerja perekonomian Kota Tasikmalaya mengalami pertumbuhan positif. Laju pertumbuhan ekonomi pada 2012 hanya 5,89. Sementara pada 2016, laju pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 6,91. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita Kota Tasikmalaya juga terus mengalami peningkatan selama periode 2012-2015. Rata-rata mencapai lebih dari 10 persen per tahunnya.

Dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi, Budi mengaku masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan. Salah satunya menata Kota Tasikmalaya agar semakin ramah dengan investor dan semakin maju di sektor perdagangan dan industri kreatif.

“Kita masih harus menata Kota Tasikmalaya, mengembalikan Kota Tasikmalaya menjadi kota resik, PKL nya tertata, lalu lintasnya juga, taman-taman juga dipercantik, yang terpenting masyarakatnya harus punya daya saing. Tetapi tetap diingat ya, Tasikmalaya boleh maju, tetapi tetap tidak boleh meninggalkan identitas Kota Tasikmalaya sebagai kota yang religius islami,” ucap Budi.

Pengentasan kemiskinan

Kota Tasikmalaya sendiri masih memiliki pekerjaan rumah berat salah satunya mengentaskan kemiskinan. Kepala Badan Penelitian Perencanaan Pembangunan Kota Tasikmalaya Tarlan mengatakan, selama lima tahun terakhir, angka kemiskinan di Kota Tasikmalaya terus menurun. Jika pada 2012, angka kemiskinan di angka 18,92 persen, pada 2016, angka kemiskinan sudah berkurang menjadi 15,60 persen.

Tarlan menyebutkan, tingginya persentase kemiskinan di Kota Tasikmalaya terjadi karena garis kemiskinan Kota Tasikmalaya tinggi. Sementara kondisi sosial ekonomi masyarakat Kota Tasikmalaya sebagian besar masih bergerak di pertanian.

“Fungsional kotanya memang baru 30 persen, sementara garis kemiskinanya ukuran kota yakni Rp 397.000 per kapita. Kalu di kabupaten, garis kemiskinannya Rp 255.000 per kapita,” kata Tarlan.

Dalam mengentaskan kemiskinan, Pemerintah Kota Tasikmalaya memiliki program peningkatan pendapatan keluarga berbasis komunitas di beberapa sektor mulai di Dinas Pertanian, Industri Perdagangan, dan Dinas Pendidikan, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.  Program tersebut dinilai mampu menurunkan angka kemiskinan di Kota Tasikmalaya.

“Melalui program ini, warga kurang mampu diubah mindsetnya, agar mau berwirausaha.Kita latih bagaimana dia bisa maju, baik itu secara teknik, bahan baku, sampai pemasarannya. Alhamdullilah program ini cukup berhasil,” kata Tarlan.

Pemerataan pembangunan, kata Tarlan, juga sedang digalakkan Pemkot Tasikmalaya. Tidak hanya infrastruktur fisik saja, tetapi juga pemerataan golongan pendapatan.

“Untuk pendapatan rendah, kami bantu dengan program tadi. Kalau pendapatan menengah kami dorong menjadi wirausaha baru, pokoknya warga harus punya talenta. Nah kalau golongan pendapatan tinggi sudah bisa jalan sendiri, tinggal kita beri ruang untuk mengembangkan usahanya,” ujar Tarlan.***